Cerpen --> Dialog

Akhirnya, komputer perpus ada yang kosong juga!!! haaaa... jadi bisa blogging nih! 

nah, pada kesempatan yang berbahagia ini, (ceilee) saya mau posting tugas b.indonesia. (apa?? tugas???!!) tenang dulu, coy! saya tuh di kasih tugas disuruh copas cerpen dari internet terus dari cerpen itu dibuat dialog (oohh...) nah, sekarang saya mau posting tuh dialog.

saya copas cerpen yang berjudul RINDUKU KENANGANKU karangan Rica Okta Yunarweti. makasih banget teh atau de atau Rica. hehe (saya ga tau umurnya berapa!) sebelumnya mau minta maaf udah copas ga bilang-bilang. tapi emang cerpennya rame. sedih banget! sumpah! #lebay
makanya saya mau pake cerpennya Rica untuk dibuat dialog. siapa tau ada yang liat dialog saya terus mau ngefilemin cerpen itu. hahaha... (untuk Rica, kalo baca dialog ini tolong dikomen yaa!)

Dialog RINDUKU KENANGANKU

Suatu sore, di pinggir danau dengan ditemani daun-daun yang berguguran, tampak seorang gadis bernama Diana sedang melukis.
Diana     : Ah, senangnya melukis di tempat indah dan tenang seperti ini. Kalau saja ada sahabatku, pasti akan lebih mengasyikkan. Ke mana ya dia?
Dari kejauhan terdengar alunan biola nan merdu.
Diana     : Hah! Suara dari mana itu? Yah, sudahlah! Mungkin hanya perasaanku saja. Sebaiknya aku segera pulang. Hari sudah semakin sore.
Diana pun mengemas peralatan lukisnya. Lalu mengendarai sepedanya, menyusuri jalan komplek rumahnya di bawah sinar matahari yang kian redup.
***
Sesampainya di garasi rumah, Diana melihat sahabatnya yang ia cari.
Diana     : Hei, Lintang! Dari mana saja kamu? Aku mencarimu!
Lintang : Aku main basket di tempat biasa, di bawah rumah pohon. Maaf, sudah buatmu khawatir. Sudah dulu ya, badanku bau banget nih.
Diana     : Huuhh… dasar cewek gadungan! Cewek tomboy!!! Aku dicuekin lagi deh jadinya!
                Dengan rasa kesal, Diana pun masuk ke rumahnya lalu menuju kamar khayalannya.
Diana     : Huh, menyebalkan sekali Lintang. Padahal aku mengkhawatirkannya dari tadi, tapi ia malah cuek-cuek saja! (sambil meletakkan peralatan lukisnya di sudut kamar)
Diana pun memandang lukisan matahari terbenam di balik pintu kamarnya.
Diana     : Hmm, melihat lukisan ini hatiku menjadi tenang, rasa kesalku menjadi berkurang. Hmm…
***
Di rumah, Lintang segera mandi karena takut dimarahi ibunya karena pulang terlalu petang. Hal itu membuat ibunya terheran-heran.
Lintang                 : Hah, segar!!! (duduk di kursi sambil mengamati indahnya malam) Wah, bagus banget pemanda..ngan…nya…  A…duh! Perutku… sa…ki…t! Huh… Huh… Se… sa… k… Ke… napa ja..di sa...kit be..gi..ni??
                Lintang pun terjatuh dari kursinya.
***
Teriknya mentari dan angin sepoi-sepoi yang dirasakan di bawah pohon nan rindang, membuat Diana hanyut dalam imajinasi. Khayalan yang sungguh nyata membawa ia larut dalam impian.
Lintang                 : Hai Diana, asyik bener nih melukisnya. Lihat dong! Pasti lagi gambar aku kan?
Diana     : Hmm, buat apa aku melukis kamu. Seperti tidak ada objek lain saja yang lebih bagus. Hahahha…
                Mereka berdua sangat asyik bersenda gurau tanpa menghiraukan teman lain di sekitarnya.
Lintang : Diana, aku mau cerita nih. Tapi…
Diana     : Ayo, cerita saja! Ada apa, Lintang?
Lintang : Aku…
Tiba-tiba, Lintang terjatuh. Diana sangat panik.
Diana     : Lintang!!! Kamu kenapa??? Tolong!!! Siapa pun!!! Bantu aku membawanya ke UKS!!!
Ketika di ruang UKS, Lintang terbaring tak berdaya. Diana berlari menyusuri kelas dan mencari telepon di sekolahnya. Untuk memberi kabar pada orang tua Lintang dan membawanya ke rumah sakit.
Lintang                 : Aku ada di mana? Ada apa denganku?
Diana     : Kamu ada di rumah sakit. Kamu tadi pingsan di taman belakang sekolah. Kamu tidak apa-apa kan???
Lintang                 : Aku sakit apa? Mana ayah?
Diana     : Dokter masih belum memberitahukan pasti penyakitmu. Ayahmu masih dalam perjalanan. Bersabarlah sebentar. Cepat sembuh ya, supaya sore ini kita bisa belajar bersama, kan kamu sudah janji kemarin.
Lintang                 : Mungkinkah penyakitku itu serius?
Diana     : Ah, jangan berpikir begitu, kamu pasti sembuh. Semangatlah, aku akan ada di sampingmu.
Lintang                 : Sudah, mendingan kamu sekolah sana. Biar pintar, dan bisa membalap rangkingku. Hhaha…
Diana     : Ih, kamu. Calon ilmuan seperti begini diejek. Pasti dong aku bisa. Hhehe…
Lintang                 : Ya deh, buktikan padaku ya nanti.
Diana     : Iya, pasti. Suatu saat kita akan merayakan keberhasilan kita. Aku ke sekolah dulu ya! Sebentar lagi, orangtuamu juga akan ke sini. Dah!!
Lintang                 : Dah.. Hati-hati ya Diana. Makasih banyak!
***
Jalan lorong sekolah tampak sepi, hanya ada seorang gadis berambut hitam pendek duduk di depan kelas musik sambil membawa biola dengan wajah yang tampak murung.
Diana     : Hai, kenapa kamu sendiri? Tidak masuk kelas?
Gadis berambut pendek : Hmm, aku.. aku.. mau sendiri di sini aja.
Diana     : Jangan seperti anak kecil, ayolah masuk. Tapi, apa yang membuatmu sedih?
Gadis berambut pendek               : Tadi, ketika ada pemilihan bakat pemain biola, aku ada kesalahan memainkan nada, sampai-sampai alunannya nggak enak didengar. Mereka menertawakanku, padahal aku baru saja pindah ke sekolah ini jadi aku masih belum pandai memainkan alat musik seperti biola ini.
Diana     : Kamu sudah hebat kok, kamu bisa memainkan alat musik kesukaanku, dan aku… aku hanya bisa menggambarnya. Yang penting, tetap berjuang!! Daah..aku ke kelas dulu ya. (bergegas pergi)
Gadis berambut pendek : Terima kasih. Siapa namamu??!!
Diana     : Diana!!! (sambil berlari)
                Sesampainya di kelas…
Diana     : (menyapu keringat di dahinya) Lintang, aku jadi teringat padamu. Sedih sekali rasanya ketika melihatmu terbaring lemah di rumah sakit. Mungkinkah kita akan terus bersama???
Bu Tari : Diana, kamu kenapa? (menghampiri Diana)
Diana     : Oh, ibu. Ehh, tidak apa-apa, Bu.
Bu Tari : Kamu pasti bohong! Ada masalah ya? Tidak biasanya kamu seperti ini.
Diana     : Eh,  iya, Bu!
Bu Tari  : Memangnya ada apa, sampai-sampai mengganggu pikiranmu seperti ini? (duduk di sebelah Diana)
Diana     : Sahabatku, Lintang. Dia masuk rumah sakit dan sepertinya penyakitnya parah.
Bu Tari : Ohh, Lintang ya. Bagaimana kalau sepulang sekolah kita menjenguknya?
Diana     : Ibu mau menjenguknya?
Bu Tari  : Iya. Tidak apa-apa kan?
Diana     : Iya… tidak apa-apa, Bu! Wah, Bu Tari baik sekali. Pantas saja disukai banyak siswa. Padahal dengar-dengar Bu Tari belum menikah. Wah, hebat!
                Ibu Tari memberi semangat Diana, membuat ia semangat pula bertemu Lintang. Ia menyelesaikan lukisan pemandangan dengan kuas kesayangannya. Kali ini, ia mendapat pujian dari teman-teman dan Bu Tari.
Bu Tari : Wah, Diana! Kau pandai sekali dalam melukis. Lihat lukisanmu! Mengagumkan!
Diana     : Ah, Ibu! Jangan berlebihan.
Bu Tari : Eh, Ibu jujur lo! Kita tanya pada teman-temanmu yang lain ya. Anak-anak!! Lihat lukisan temanmu, Diana. Bagus kan??
Teman-teman : Wah!! Bagus banget, Diana!
Bu Tari : Benar kan?!
Diana     : Terima kasih ya, Bu!
Bu Tari : Ibu pikir lukisan ini layak untuk diikutkan pada pameran.
Diana     : Benarkah??
Bu Tari : Iya. Seorang gadis berkerudung duduk di atas tebing tinggi yang dihantam ombak di tepi pantai dengan dihiasi pantulan sinar matahari di penghujung hari. Gambarnya begitu nyata dan membawa dalam khayalan, Diana. Kau hebat! (sambil mengacungkan jempolnya)
                Ibu Tari dan Diana pun bergegas menjenguk Lintang. Sekolah sudah tampak sepi. Ketika mereka sampai di taman samping lapangan basket…
Diana     : Hai, belum pulang?
Gadis berambut pendek : Hmmm, belum, Diana.
Bu Tari  : Sedang apa kamu sendiri di sini, Zy?
Diana     : Lho, ibu kenal dia?
Bu Tari  : Diana, ibu kan juga mengajar kelas musik. Jadi ibu kenal Lizy.
Diana     : Ohh, namamu Lizy ya?
Lizy         : Iya. Ibu mau ke mana, kok sama Diana?
Bu Tari  : Ibu sama Diana mau ke rumah sakit, jenguk sahabatnya Diana. Kamu mau ikut?
Lizy         : Ya, boleh. Ayo! Panasnya terik matahari sudah mulai membakar kulit nih.
Diana     : Hahaha…
***
Diana meletakkan sekeranjang buah yang di bawanya. Kebetulan, kapten tim basket mereka juga jenguk Lintang.
Lizy         : Bagaimana keadaanmu?
Lintang : Ya, lumayan lah, agak mendingan. (Dengan suara datar sambil menunduk, lalu mengangkat kepalanya) Haahh, Lizy! Bagaimana bisa kamu di sini, Zy?
Lizy         : Syukurlah. Tadi aku diajak bu Tari dan Diana. Dan ternyata, yang terbaring saat ini adalah sahabatku.
Diana     : Sebenarnya, kamu sakit apa sih?
Lintang : A..ku, sakit Leukimia..
Semuanya tercengang, termasuk kapten basket, Deva, yang langsung terdiam ketika ia memainkan dasinya..
Lintang : Kalian tak usah khawatir, di sisa umurku ini aku tak akan membuat kalian kecewa.
Deva      : Jangan bilang begitu, yakinlah kamu masih bisa bermain basket lagi.
Bu Tari  : Yaa, teruslah bersemangat. Siapa yang tahu? Kan takdir Tuhan. Semoga kamu cepat sembuh.
Lintang : Aku jadi terharu, Teman-teman! Pasti aku ingat dan simpan momen berharga ini. (meneteskan air mata)
Semuanya merasa iba padanya, khususnya Deva teman basketnya yang justru tidak mau kehilangan main lawannya walaupun Diana dan Lizy merasakan hal yang sama dengannya.
Bu Tari  : Hari mulai sore nih, kalian semua masih belum ada yang mau pulang?
Diana, Lizy, Deva : Belum, Bu. Sebentar lagi.
Bu Tari  : Ya sudah, ibu pulang duluan. Cepat sembuh, ya Lintang. Jangan patah semangat, kasihan sahabat dan tim basketmu, pasti mengkhawatirkanmu. Asalamualaikum…
Lintang : Walaikumsallam.. Iya bu, makasih. Hati-hati ya bu..
               Suasana berubah menjadi hening kembali..
Diana     : Aku tak ingin kehilanganmu, Lintang. Selalu ingat kata-kataku…
Diana, Lizy, Deva : Kamu-Sahabat Terbaikku!
Diana dan Lizy segera pulang membawa kabar perih dan memandang dengan rasa tak percaya.
Diana    : Orang tua Lintang kasihan sekali. Pergi bolak-balik mencari uang untuk pengobatannya. Akan ku jual lukisanku untuk membantunya!
Lintang : Diana, ada apa denganmu?
Diana     : Tidak, kami harus pulang. Hari sudah mulai gelap nih.
Lintang : Ohh, ya. Besok mungkin aku sudah diperbolehkan pulang jika kondisiku stabil.
Diana     : Cepat sembuh, ya!
***
                Pada malam hari, di kamar…
Diana     : (menulis di buku hariannya)
Malam ku sepi…
Tak sanggup ku mengungkapkan
Air mata membendung di kelopak mataku…
Walaupun aku tertawa, tapi aku tetap merasakan bila hati ini menangis melihat nya tersenyum...
 Jika Engkau mengizinkan…
Takkan ku biarkan ia terbelenggu…
Kamu_sahabat_Terbaikku…
(menyimpan buku hariannya di tumpukkan buku pelajarannya)
Diana     : Bagaimana ya sebaiknya solusi untuk membantu Lintang? Aha! Aku akan membuat lukisan yang banyak, lalu menjualnya. Dan hasil penjualan tersebut akan aku berikan pada orang tua Lintang tanpa sepengetahuannya. Sip! Benar! Sepertinya aku akan membutuhkan bantuan Lizy nih.
                Malam itu, Lizy datang untuk membantu. Ibunya Diana pun turut membantu mempersiapkan peralatan lukisnya. Malam pun semakin larut…
Lizy         : Huaaamm… Ckckck… Aku ngantuk banget!
Diana     : Sudah, menginap saja di rumahku, Zy.
Lizy         : Ngga apa-apa nih? Lagian juga hari sudah malam, aku ngga berani pulang sendirian.
Diana     : Oke deh! Ayo semangat demi kesembuhan Lintang!
Lizy         : Semangat!!!
                Mereka berdua tidak tidur semalaman membuat lukisan.
                Tiga hari kemudian… Diana dan Lizy sengaja membawa Lintang ke danau.
Diana     : (menggelar tikar, menyusun makanan, peralatan lukis, dan tempat duduk)
Lizy         : (bersiap-siap di atas rumah pohon sambil memegang biola kesayangannya)
Lintang : Apa sih yang akan kalian lakukan? Aku jadi bingung deh.
Diana memulai dengan memukul kedua kuasnya menandakan Lizy yang memainkan alunan biola yang merdu dengan lagu berjudul “Semua Tentang Kita” sambil bernyanyi.
Diana & Lizy        : Waktu terasa semakin berlalu…
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Teringat di saat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita
Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat duu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kitaberduka saat kita tertawa…
Suasana seperti di pemakaman, sepi, sunyi, hening, hanya hembusan angin yang terdengar.
Diana     : Dan aku baru ingat. Dulu ketika aku melukis sendiri di sini aku kagum dan penasaran siapa yang memainkan biola ternyata… itu kamu, Lizy!
Lizy         : Iya. Aku sengaja memainkannya karena semenjak aku tinggal di sini aku sangat kesepian. Dan ketika aku menemukan tempat indah ini, setiap sore di waktu luangku, aku bermain biola. Kebetulan, aku melihat seorang gadis sedang melukis.
Lintang : Waah.. kalian sungguh hebat! Aku juga kagum pada kalian, kalian sendiri yang membuat acara ini dan kalian juga yang mendapatkan kejutan. Ketika pertama kali bertemu Diana, aku juga kagum atas sikapmu yang selalu memperdulikan teman-temanmu. Jika aku pergi nanti jangan lupakan persahabatan kita ini ya.
Diana     : Ah, kalian ini selalu membuatku GR. Tapi makasih ya atas pujiannya.ku yakin, kalian juga mempunyai keistimewaan masing-masing. Dan kamu Lintang, si cewek gadungan. Masa jiwa tomboymu yang tegar dipatahkan dengan adanya penyakit ini. Justru dengan ini kamu bisa bertambah tegar yang tahan bantingan.. hahaha.
Lintang : Emang aku bola, tahan bantingan. Hahaha!
Tak lupa, Diana melukis simbol persahabatan mereka “LiDiZy”. Dari kejauhan Deva sedang bersepeda mengitari danau, lalu menghampiri mereka sambil membawa gitarnya dan langsung duduk.
Diana     : Eh, kamu. Udah minta izin dengan yang punya belum? Sembarangan aja duduk.
Lintang : Kok gitu, sih Diana. Nggak apa-apa kok.
Diana     : Coba deh kalian lihat, dia mau ngehancurin acara kita.
Deva      : Eh kamu, bagai ratu aja. Lintang aja nggak keganggu. Sekali-sekali dong aku ikut gabung. Kan jarang-jarang bisa dekat sama cowok popular di sekolah. hitung-hitung kesempatan buat kalian.
Lizy         : Ya sudah, cukup. Kita nyanyi bareng lagi yuk….
Deva      : Eh, ganti dong simbolnya jadi…(berpikir sejenak) “LiDiZyVa” kan lebih keren!
Diana     : Ah, kamu ini ada-ada saja. Semoga masih ada ruang untuk menulis namamu ya.. hahaha
Deva      : Huuhh…
***
Waktu yang tepat ditemukan Diana dan Lizy untuk menjalani rencana kedua mereka yaitu menjual lukisan Diana.
Diana     : Haaahh… akhirnya lukisanku terjual semua.
Lizy         : Strategi kita berjalan mulus! Sudah dua minggu kita meluangkan waktu untuk menjualnya.
Deva      : Bantuan siapa dulu dong! Deva!
Diana     : Sebaiknya kita segera menyerahkan uang ini pada orang tua Lintang. Dan ingat! Jangan sampai ketahuan Lintang yaa!
Deva, Lizy : Siip!!
Di waktu yang bersamaan mereka datang ke rumah Lintang secara tersembunyi, mereka melihat Lintang kesakitan sambil memegang perutnya.
Lintang : Aduh… Sakit… (memegangi perutnya)
Diana     : Lintang, kamu tidak apa-apa? Lizy, cepat beri tahu orang tua Lintang!
Lizy         : Oke…oke…
Deva      : Diana, sebaiknya kita bawa Lintang ke rumah sakit!
Diana     : Baiklah! Lintang, bertahanlah!
Ternyata, penyakitnya bertambah parah. Di rumah sakit…
Deva      : Sebenarnya, Lintang pulang dari rumah sakit karena keterbatasan biaya. Uang yang kita dapatkan tidak cukup untuk membiayai semua pengobatan Lintang. (berjalan keluar dari kamar Lintang)
Lizy         : Benar. Kata ayah Lintang, beliau hanya memiliki tabungan seadanya, itu pun telah habis digunakan. Terpaksa, Lintang hanya bisa di opname tanpa harus membeli semua obat yang diperlukan. (mengikuti Deva di belakang)
Diana     : Lintang…
***
Setiap lorong sekolah kelas X ramai dipenuhi siswi yang mendengar kabar mengenai Lintang. Anak yang tomboy dan disenangi banyak orang.
Deva      : Hai, Diana, Lizy. Gimana keadaan Lintang? Apa dia membaik? Kapan kalian mau menjenguknya lagi?
Diana     : Hello Deva, kalau nanya satu-satu dong. Kamu bukan mau wawancara kan?
Lizy         : Emang, kami orang tuanya? Kami juga belum tahu keadaannya. Ayo kita jenguk aja sama-sama pulang sekolah.
Bunyi bel panjang bertanda telah berakhir jam pelajaran. Hujan yang tampak lebat, membuat para siswa harus menunggu sampai hujan reda.
(Handphone Deva berdering)
Deva      : Halo? (sejenak mendengarkan perkataan orang yang meneleponnya) Apaaa???? Ngga mungkin!!!
Diana, Lizy           : Ada apa, Dev???
Deva      : Lintang…
                Hujan yang lebat tak mereka perdulikan. Mereka lari basah-basahan menuju rumah sakit sambil menangis terisak-isak.
Diana     : Huhuhu… Lintang!!! Huhuhu… (sambil berlari)
Lizy         : Lintang, kenapa secepat ini?? Huuuu…
Deva      : Lintang…
Sahabat mereka Lintang meninggal dunia. Nyawanya tak dapat tertolong lagi karena penyakitnya semakin hari semakin parah. Orang tua Lintang merasa kehilangan dan terpukul, namun semua adalah kehendak-Nya.
Ibu Lintang         : Terima kasih ya Diana, Lizy, dan Deva, sudah mau membantu Lintang, anak kami satu-satunya.
Diana    : Sama-sama, Tante, Om. Kami turut berduka cita.
Lizy, Deva            : Iya, Tante, Om.
Ayah Lintang      : Tidak salah Lintang berteman dengan kalian. Kalian benar-benar anak yang setia kawan.
***
Diana     : Tak sempat ku berikan… Tak sempat ku sampaikan_LiDiZyVa_
Diana, Lizy, dan Deva termenung di tepi danau sambil menyanyikan lagu “Semua Tentang Kita” yang biasa mereka nyanyikan.
Semua  : Waktu terasa semakin berlalu
                Tinggalkan cerita tentang kita…
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati…
(meneteskan air mata)
Ibu Lintang          : Jangan bersedih terus, Anak-anak. Ini… (menyerahkan secarik kertas berwarna biru yang bergambar bunga)
Deva      : (mengambil kertas tersebut lalu membaca tulisan di dalamnya)
Sahabatku impianku
Cita-citaku imajinasiku
Bukan hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah mempunyai tujuan
Tujuan seperti sinar
Kesana lah kita berlari
Dan untuk itulah kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri
Diana    : Waahh, sungguh bersemangatnya dia. Aku pikir karena fisiknya lemah, jiwanya akan goyah. Tapi aku salah. Hebat!! (sambil meneruskan lukisannya)
Lizy        : Iya.
Suasana menjadi hening kembali.
Diana     : (sambil meneteskan air mata) Lukisan dengan simbol “LiDiZyVa” akhirnya selesai!
Deva, Lizy            : Waahh..keren.!
Mereka menatap terpesona lukisan yang melambangkan persahabatan ini yang terlihat indah karena di sekitar tulisan itu ada gambar wajah mereka masing-masing. Di danau inilah sejarah persahabatan mereka. Dan tempat inilah mereka berbagi walau hanya sekedar untuk mengenang Lintang.
SELESAI




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Carpon Basa Sunda : UJIAN

Pembinaan Pekanan Majelis Ta’lim Salman #1 "Karakteristik Para Sahabat"