Mahasiswa dan Kemahasiswaan
Bukan
hal yang mudah menjadi mahasiswa. Bagi siswa SMA, ketidakmudahan itu nampak
jelas. Ya, untuk menambahkan kata “maha” di depan kata “siswa” butuh perjuangan
yang secara otomatis juga butuh pengorbanan. Belajar mati-matian ditambah
merogoh kocek yang cukup dalam untuk membayar bimbingan belajar maupun membayar
ujian tes masuk, semuanya dilakukan untuk mengupgrade diri menjadi mahasiswa,
diterima di perguruan tinggi impian, dan kemudian mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Perjuangan
belum usai. Ketidakmudahan demi ketidakmudahan terus menghadang. Setelah
berhasil menyandang status mahasiswa, muncul identitas baru yang jauh berbeda
dibanding saat masih menjadi siswa saja, tanpa maha. “Mahasiswa itu agent of
change!”, “Mahasiswa itu calon pemimpin masa depan!”, “Mahasiswa itu pembawa
nilai-nilai peradaban!”, “Mahasiswa itu penjaga nilai-nilai!”, “Mahasiswa itu
pembela masyarakat!”, “Harapan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
tertumpu pada pundak MAHASISWA!”. Silakan berbangga hati menyandang identitas
tersebut. Silakan bergembira menerima amanah tersebut. Ya berpestalah anda
telah menjadi seorang MAHASISWA!
Pada
awalnya mahasiswa merasa terhormat dan bangga, “Wah ternyata mahasiswa itu
keren ya!”. Tapi lama-kelamaan seiring berjalannya waktu, seringkali mahasiswa
mendadak “lupa” akan identitas mereka, atau “pura-pura lupa”? Yang paling
diingat yaitu “Tugas utama mahasiswa adalah belajar”, itu saja. Tapi saya rasa
semua mahasiswa itu sesungguhnya tau apa peranan mereka, apa identitas mereka,
apa fungsi mereka. Di tiap ospek di perguruan tinggi manapun rasanya selalu ada
pencerdasan mengenai hal itu. Oke, asumsikan saja semua mahasiswa sadar akan
identitas mereka, tidak ada yang “lupa”. Lalu pertanyaannya adalah “Katanya
agent of change? Mana bukti nyata perubahannya? Atau setidaknya, mana
pergerakan menuju perubahan itu?? Apakah ada tujuan jangka panjang?”. Memang
tidak mudah bukan menjadi mahasiswa? Banyak tuntutan dari sana-sini.
Sudah
menjadi konsekuensi logis dan otomatis dari identitas tersebut bahwa mahasiswa
dituntut untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi harapan yang tertumpu padanya. MELAKUKAN
SESUATU! Tidak hanya duduk rapat dan berpikir, tapi juga AKSI! Nah, disinilah
kemahasiswaan berperan sebagai wadah pergerakan mahasiswa. Lewat kemahasiswaan,
mahasiswa dapat merumuskan apa yang harus dilakukan untuk menjawab permasalahan
masyarakat, mahasiswa dapat secara langsung merasakan kondisi masyarakatnya
yang kini sedang mengalami krisis multidimensional, mahasiswa dapat bergerak
dalam satu barisan untuk menjawab tantangan masa depan.
Duh,
kok rasanya berat banget ya? Susah ah, saya ga punya modal untuk itu! Nah lewat
kemahasiswaan juga, mahasiswa ditempa, dilatih, belajar, menimba ilmu dan
pengalaman, yang nantinya akan menjadi modal dalam berkehidupan di masyarakat.
Semua orang pasti sudah tau lah kalau modal berkehidupan di masayarakat itu
tidak cukup dari perkuliahan di kelas saja. Di kemahasiswaan, mahasiswa akan
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dalam berbagai aspek seperti
kepemimpinan, manajemen organisasi, team building, networking, dan human
relation.
Dani
Ferdian, pendiri “Volunteer Doctor”, berpendapat bahwa “Organisasi
Kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah
perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian
yang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang
dapat diterapkan, dikembangkan, dan diupayakan penggunaannya untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat. Diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan
untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada
mahasiswa.”
Dua
kata untuk kemahasiswaan, PEMBELAJARAN dan PERGERAKAN. Di sana kita belajar
untuk bergerak! Di sana kita bisa menjadi mahasiswa yang sebenar-benarnya!
Idealis sekali bukan? Kemahasiswaan memang sangat dekat dengan idealisme. Kapan
lagi coba kita bisa idealis? Kalau sudah bekerja kan idealismenya kebanyakan
luntur karena menghadapi realita.
Tapi
sesekali mahasiswa perlu lebih realistis, tentunya tanpa menghilangkan
idealisme. Meskipun kemahasiswaan tidak bisa dipisahkan dari idealisme, tapi
realitanya adalah kemahasiswaan juga berkaitan erat dengan politik, politik
kampus tentunya. Tapi coba berpikir. Pemimpin dan pejabat pemerintahan dulunya
mahasiswa bukan? Dulunya berkemahasiswaan juga kan? Berarti dulunya mereka
berpolitik di kampus juga dong? Secara tidak langsung, pemimpin kita, para
pejabat kita, belajar politik di kampus, di kemahasiswaan. Sekarang kita tau
bahwa image politik di Indonesia sangat buruk. Korupsi, kolusi, dan nepotisme
rasanya sudah terdengar biasa di negeri ini. Berarti politik kampus punya andil
dalam kebobrokan politik di negeri ini, meskipun sedikit tapi punya pengaruh.
Dapat
kita katakan bahwa kemahasiswaan merupakan representasi Indonesia. Indonesia
punya presiden, kemahasiswaan juga punya. Indonesia ada pemilu, kemahasiswaan
juga ada. Ada politik kotor di pemerintahan Republik Indonesia, juga kah ada di
kemahasiswaan? Saya harap tidak. Kemahasiswaan itu kan erat dengan idealisme,
tidak mungkin lah ada hal kotor semacam itu. Disini lah idealisme diharapkan
akan terus melengkapi kehidupan kemahasiswaan. Jangan sampai idealisme
kemahasiswaan luntur dimakan jaman. Mumpung masih mahasiswa, silakan
berkoar-koar tentang idealisme, karena itulah kesempatan emas untuk itu sebelum
lulus dan menghadapi realita yang kadang kita malu sendiri dengan idealisme itu
atau tidak kuat dengan realita yang ada.
Seserius
apapun, sepolitis apapun kegiatan di organisasi kemahasiswaan, ingat bahwa
kemahasiswaan juga merupakan wadah pembelajaran dan pergerakan mahasiswa di
kampus. Jangan malu dan jangan “malu-maluin” menjadi aktifis kampus. Ingat
identitas kita sebagai mahasiswa. Ingat konsekuensi apa yang harus dilakukan,
dan lakukanlah! Belum pantas seseorang
disebut mahasiswa tanpa memenuhi konsekuensi yang melekat pada dirinya.
Pemenuhan konsekuensi tersebut akan menjadikan mahasiswa sebagai mahasiswa yang
seutuh-utuhnya, bukan sekedar mahasiswa.
Komentar
Posting Komentar