Hai 2016

Sebuah tulisan di awal tahun 2016.
Saat ini nampaknya semua orang sedang sibuk. Ada yang sibuk bikin “bestnine2015” di instagram, ada yang sibuk mengabadikan momen-momen terakhir di penghujung 2015, ada yang sibuk mengenang perjalanan hidup selama tahun 2015, ada yang sibuk bikin resolusi buat 2016, dll. Aku?

Ya, aku di sini saja, masih bergelut dengan pikiranku.

Hari ini tak sengaja aku membuka arsip-arsip lama. Ku lihat arsip piagam penghargaanku. Di saat orang-orang melaminating bahkan memfigura piagam yang mereka dapat, aku hanya mengumpulkannya di sebuah map dan menaruhnya di suatu folder di sudut kamar. Saat ku buka, map itu dalam kondisi agak berdebu. Di dalamnya terlihat tumpukan piagam yang cukup tebal. Baru sadar ternyata banyak juga piagam yang kupunya. Ada yang ujung-ujungnya mulai berwarna kecoklatan, ada yang kondisi kertasnya sudah tidak mulus, bahkan ada yang hampir robek. Orang-orang pasti mengira aku bukanlah orang yang bersyukur. Meraih cukup banyak prestasi namun terkesan menganggap sepele pencapaian tersebut di saat banyak orang mendambakannya.

Aku pun mencoba merapikannya. Lalu terdiam. Bertanya-tanya dalam hati. Buat apa aku bersusah payah mencapai ini semua? Buat apa? Dahulu, aku senang bukan kepalang saat meraih prestasi itu, saat maju ke depan, disambut oleh riuh tepuk tangan, berjabat tangan dan diberi piagam penghargaan, kamera memotret dari sana-sini, tapi sekarang…

Orang bilang piagam itu akan memudahkan kita mendapatkan pekerjaan. Jika sudah dapat pekerjaan yang diinginkan, lalu apa? Ada yang bilang piagam bisa membuat orangtua kita bangga akan prestasi kita. Toh pada kenyataannya orangtuaku tidak begitu peduli dengan hal itu. Aku tidak berprestasi pun tidak masalah bagi mereka. Mereka hanya ingin aku menjadi orang baik, bukan orang berprestasi. Orang bilang mendapatkan piagam penghargaan menandakan pencapaian hidup. Tapi hidupku begini-begini saja, bahkan aku selalu merasa kesepian…

Ku pandangi tumpukan piagam itu. Ku mulai sadar bahwa dulu aku tidak punya tujuan mengapa aku bersusah payah meraih ini semua. Kini aku hanya melihat setumpukan kertas biasa yang tak bermakna berada di hadapanku. Ya, silakan kalian bilang bahwa aku orang yg tidak bersyukur. Tapi sesungguhnya bukan itu yang sedang kita bicarakan. Bukan itu. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi orang dalam berprestasi. Sama sekali tidak. Berprestasilah, karena itu baik. Tidak ada yang salah menjadi orang yang berprestasi bukan?

Hari ini di penghujung tahun 2015, akhirnya aku sampai pada titik di mana diriku sepenuhnya tersadarkan bahwa kita bukan apa-apa di dunia ini. Segala prestasi yang kita raih, piagam penghargaan yang kita dapatkan, tidak bermakna apa-apa ketika kita tidak mampu memaknainya dengan baik. Tidak membawa kita pada apa yang benar-benar kita inginkan; kepuasan jiwa, ketenangan hati, kebahagiaan…
Aku hanyalah musafir yang Tuhan turunkan ke bumi untuk berkelana, untuk belajar, untuk memahami-Nya. Aku melakukan perjalanan di muka bumi, singgah di beberapa tempat, menetap sebentar lalu pergi, berusaha meninggalkan jejak agar orang tahu bahwa aku ada, dan pada akhirnya, suatu saat nanti, perjalanan ini akan berakhir. Kepuasan jiwa itu, ketenangan hati itu, kebahagiaan itu, tidak akan pernah benar-benar kita dapatkan saat di perjalanan, kebahagiaan macam apa sih yang bisa didapatkan oleh seorang pengelana kehidupan? Hanya satu, yaitu sampai di tujuan.

Harta, posisi, prestasi, hanya akan menjadi sesuatu yang tidak ada apa-apanya dibandingkan kebahagiaan ketika kita akhirnya sampai di tujuan. Tapi ingat, untuk sampai di tujuan yang kita inginkan, berjalanlah di jalan yang tepat atau naiklah kendaraan yang tepat agar tidak salah alamat. Perjalanan ini merupakan perjalanan yang sangaaaaat panjang. Untuk itu, nikmatilah perjalanan ini dengan menebar manfaat untuk orang –orang yang kita temui di jalan. Caranya? Entahlah, setiap orang punya caranya masing-masing. Mungkin ada yang dengan cara mencari harta sebanyak-banyaknya lalu mendermakannya, mungkin ada yang dengan menduduki posisi strategis di pemerintahan sehingga bisa membuat kebijakan yang bermanfaat buat orang banyak, atau bahkan mungkin dengan berprestasi sebanyak-banyaknya sehingga menginspirasi orang lain untuk bermanfaat. Pada akhirnya harta, posisi, dan prestasi pun menjadi penting ketika kita mampu memaknainya dengan baik, namun bukan yang utama.

Ku simpan semua piagam penghargaanku. Ya ini hanya setumpuk kertas biasa, bukan apa-apa. Kini yang ingin aku lakukan hanyalah melanjutkan perjalanan dan menikmatinya dengan menebar manfaat, berharap jalan yang aku pilih tepat, berharap kendaraan yang aku pilih tepat, berusaha untuk membuat akhir yang bahagia, happy ending.

Dan tak terasa waktu telah bergulir mengantarkan ku pada 2016. Apa yang harus aku lakukan di saat semua orang membuat resolusi 2016? Apakah aku harus ikut membuat resolusi juga?
Hai 2016! Sesungguhnya aku tidak tau bedanya kau dengan 2015, 2017, 2018, 2487, dst. Aku hanya melihat 4 angka berdiri berdampingan.

Hai 2016! Sesungguhnya kau hanya penanda bahwa aku sudah melalui perjalanan ini hampir 21 tahun lamanya.

Hai 2016! Kau tidak istimewa. Tapi perjalananku yang membawaku padamu lah yang istimewa. Jadi aku tidak akan membuat resolusi untukmu.

Hai 2016! Bersiaplah! Kau akan menjadi saksi akan perjalananku yang hebat setelah ini :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Carpon Basa Sunda : UJIAN

Pembinaan Pekanan Majelis Ta’lim Salman #1 "Karakteristik Para Sahabat"

Cerpen --> Dialog